Ada Apa dengan Prinsip Utama SDGs Leave No One Behind?
Ika Kartika Febriana
Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI)Leave no one behind adalah prinsip utama Sustainable Development Goals (SDGs) yang turut digaungkan negara-negara dunia, tidak terkecuali Indonesia. Artinya, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi, sekaligus mendapat manfaat dari atau untuk setiap target-target pembangunan, mulai dari kesehatan hingga perlindungan hukum. Ini merupakan langkah inklusif untuk mengatasi ketidakadilan akibat determinan sosial dan struktural yang selalu ada.
Ibarat perlombaan lari, pembangunan bagi setiap negara, kelompok masyarakat, maupun individu tidak berawal dari garis mulai yang sama. Ada stratifikasi di tengah masyarakat yang diciptakan oleh faktor-faktor sosial-ekonomi yang membentuk seseorang, dari mulai lahir hingga tumbuh dewasa.
Status ekonomi keluarga merupakan satu determinan yang memberikan keistimewaan tertentu bagi sekelompok orang. Seorang yang lahir dari keluarga miskin memiliki kecenderungan terus berada di garis kemiskinan karena keterbatasan akses. Lingkaran setan kemiskinan inilah yang berusaha diputus oleh melalui prinsip utama SDGs leave no one behind. Lantas, hal apa saja yang harus diperhatikan untuk memastikan tercapainya prinsip leave no one behind?
Komponen Penilaian
Pada 2018, Overseas Development Institute (ODI), sebuah think tank independen di bidang humanitarian, mengeluarkan Leave no one behind index berdasarkan laporan Voluntary National Report (VNR) yang dikirim oleh 86 negara dunia ke Persatuan Bangsa-Bangsa (UN).
Indeks ini memuat tiga komponen penilaian, yakni:
- Ketersediaan data yang tersegregasi untuk menunjang analisis berdasarkan faktor-faktor sosial-ekonomi tertentu, seperti gender.
- Kebijakan yang inklusif dan mempertimbangkan kebutuhan kelompok tertentu yang berpotensi untuk “ditinggalkan” dalam pembangunan seperti kelompok difabel.
- Pembiayaan yang cukup bagi program-program dasar (kesehatan, pendidikan, proteksi sosial) yang mengungkit tercapainya target-target pembangunan yang lebih maju.
Berdasarkan indeks tersebut, secara umum, kondisi Indonesia dapat dikatakan “siap” untuk menunjang tercapainya prinsip inklusivitas. Meskipun begitu, dalam hal kebijakan dan pembiayaan terdapat banyak catatan yang membuatnya berstatus “baru siap sebagian”.
Tata Kelola yang Baik
Implementasi prinsip leave no one behind di berbagai sektor mendorong kebutuhan berbagai organisasi terhadap penerapan tata kelola yang baik (good governance), terutama dalam transparansi dan akuntabilitas sosial. Hal ini diperlukan untuk memastikan semua suara diperhitungkan dalam pembangunan, tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh organisasi masyarakat sipil yang memiliki tanggung jawab sosial terhadap penerima manfaatnya.
Penerapan transparansi dan akuntabilitas sosial juga menjadi langkah awal pemenuhan ketersediaan data pembangunan yang komprehensif, terutama yang menunjang tersampaikannya kebutuhan kelompok marjinal dalam peperumusan kebijakan. Ketersediaan data adalah poin krusial penyusunan kebijakan pembangunan yang lebih inklusif dan dapat mengatasi beberapa target pembangunan yang sebetulnya berhubungan satu sama lain.
Pembangunan merupakan hal yang kompleks dan bersifat multidimensi. Artinya, mengatasi kemiskinan tidak melulu soal peningkatan taraf hidup, melainkan juga penanggulangan faktor-faktor penyebabnya. Di sinilah peran segala lapisan masyarakat dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan data secara transparan dan akuntabel.
Semakin banyak data pembangunan yang tersedia dan dapat diakses siapa saja, semakin mudah pembuat kebijakan di tingkat pemerintah maupun akar rumput mengidentifikasi masalah dan merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
Sumber:
Leave no one behind index 2018. Overseas Development Institute. Juli 2018.
Delivering Results to Leave No One Behind. A Discussion Paper for the Results Community OECD Workshop. September 2017.
World Health Organization. The Innov8 Approach for Reviewing National Health Programmes to Leave No One Behind. 2016.
